Monday, June 17, 2013

kisah anarkis syahwat darah muda

Sang Hyang Widhi, aku berdoa kepadaMu, aku menyerahkan negara ini kepada kekuasaanMu, berkuasalah atas seluruh revolusi, seluruh tragedi, seluruh keringat, darah, amarah, tawa, dan air mata, dan cuci bersih borok dan kebusukan, sehingga pulih kembali tanah air tercintaku ini, sehingga bening kembali ranah pertiwiku ini.
Ini pos pertama saya di blog dengan bahasa Indonesia. Di sini saya mencoba menulis dengan bahasa Indonesia yang semoga benar dan dapat dimengerti, walaupun tentu dengan cablak.

Untuk pagi ini, cablak saya mungkin sedikit tidak luwes karena tertutup kesedihan. Dari kemarin (Senin, 17 Juni 2013), saya merasa Indonesia kembali ke revolusi '98, saya tidak mengerti politik, tapi saya mengerti bahwa delapan tahun (dua masa) Susilo Bambang Yudhoyono memimpin, negeri ini semakin terpuruk, dan jurang antara orang miskin dengan orang kaya semakin lebar; pemegang saham dari luar negeri semakin berkuasa; rakyat Indonesia semakin dijajah. Namun untungnya, rakyat Indonesia juga semakin pandai dan semakin jengah, dan akhirnya pecahlah revolusi 17 Juni 2013, yang entah sampai kapan akan berlanjut, entah sampai kapan akan diperjuangkan, dan entah kapan akan menang.

Yang sangat disayangkan adalah aksi anarkis yang dilakukan (ayo, para mahasiswa, masa sih kalian segitu guobluoknya, segitu biadabnya, segitu rendahnya seperti para anggota DPR yang kalian kritik habis-habisan?). Bikin bom molotov bukannya pake minyak ya? Mbok ya minyaknya dipake buat yang lain. Kan udah jadi barang mahal. Kemudian bakar ban, yaowoh... ngga mahasiswa Islam, ngga mahasiswa Kristen, ngga mahasiswa ateis, kalian sama aja biadabnya. Saya juga pernah jadi mahasiswa dan ada cara yang lebih cantik, lebih anggun, dan lebih berbudaya dari aksi anarkis.

Mungkin karena kalian masih muda, dan darah muda kalian masih bergejolak, masih mengalir di tubuh dan di syahwat dan pikiran kalian pendek.

Foto diambil dari artikel ini